Tentang Sekte Penikmat Indomie,
Agama & Politik
Penulis: M Teguh Pradhana*
S |
epertinya mayoritas orang Indonesia setuju bahwa Indomie
adalah makanan terfavorit pilihan rakyat (Al-fatihah bagi peracik bumbu Indomie
yang telah berpulang ke rahmatullah). Indomie menjadi idaman terutama bagi manusia-manusia
yang pernah atau sedang menjalani fase hidup nge kos kayak saya ini, Indomie
adalah sahabat sejati yang tetap ada di masa sulit. Dalam artikel ini, saya
ingin sedikit mengeluarkan isi pikiran tentang Indomie, sedikit juga tentang
Agama dan Politik. Ya, sedikit saja karena saya bukanlah seorang agamawan atau
politikiawan.
*Dok Pribadi, difoto barusan pakai timer |
Jadi begini,
menurut sumber yang dapat dipercaya, (akun Twitter yang saya lupa siapa) penikmat
Indomie itu terbagi ke dalam 4 golongan. Yang pertama adalah Golongan Konservatif.
Penganut golongan ini mempercayai bahwa cara menikmati Indomie terbaik adalah
dengan cara memasaknya tanpa menambahi tambahan apapun. Bagi golongan ini,
penambahan hal-hal eksternal selain dari dalam bungkus Indomie akan mengganggu
rasa original dari Indomie. Golongan kedua adalah golongan penikmat Indomie Progresif.
Penganutnya mempercayai bahwa cara terbaik menikmati Indomie adalah dengan
cara menambahkan ke dalamnya macam-macam
sayuran seperti sawi, kol atau tomat. Menambahkan telur rebus atau rawit ke
dalamnya pun adalah cara paling enak untuk menikmati Indomie. Saya pribadi ada
di madzhab penikmat indomie yang ini. Hehe.
Sekte ketiga dalam
tatanan penikmat Indomie adalah sekte Radikal. Penganut kepercayaan ini mempercayai
bahwa Indomie haruslah dimakan mentah-mentah, tidak perlu direbus, tidak perlu
ditempatkan pada mangkok atau piring. Buka bungkusnya, taburkan bumbu-bumbu,
remas-remas lalu kocok-kocok dan langsung
deh dimakan. Jangan tertawa ya anda. Ngaku aja lah, pasti pernah kan jadi orang yang makan indomie mentah-mentah? Dasar
radikal!
Lalu golongan yang
terakhir adalah golongan Sesat. Golongan ini adalah golongan yang tidak
pernah direstui eksistensinya oleh Imam Besar Indomie. Keberadaan Sekte Sesat
tersebut pun tidak dianggap legal, tidak dianggap sah oleh MUI (Majelis Ulama
Indomie). Mereka dicap sesat oleh sebab, setiap memakan Indomie mereka selalu
mencampurnya dengan nasi. Ibarat sekedar makan Indomie saja tidak cukup untuk
penganut golongan ini. Mereka tidak puas dan merasa perlu ditambahi pihak lain
berupa nasi yang sama-sama karbohidrat. Menambahkan nasi ketika menikmati
Indomie adalah bentuk penistaan hakiki. Oleh karena itulah mereka dicap sesat. Maaf,
ternyata di tahun 2020 dan 2021 ini nampaknya telah muncul satu lagi golongan
penikmat Indomie yaitu golongan super
sesat. Yaitu orang-orang yang makan Indomie dicampur dengan keju, pizza dan
bahkan dicampur dengan es krim. Astaghfirullaah...astaghfirullah....astaghfirullah.
Benar-benar the end is near.
Anyway, apakah
penjabaran tentang sekte-sekte di atas sudah terasa familiar di pikiran kalian?
Ya benar. Jika kita lihat ke dalam kehidupan beragama masyarakat Indonesia
nampaknya pun sama saja. Bahwa ada kalangan beragama yang betul-betul
mengamalkan ajaran yang konservatif, tidak dicampuri apapun. Ada juga orang
yang ketika beragama dia telan mentah-mentah apa yang dia dapatkan. Contoh saat
scroll-scroll Instagram kemudian ada foto yang berisi caption hadis “Sampaikanlah
walau satu ayat..!” Maka sebagai langkah follow up mereka saat menonton
youtube dan ustadz nya menyampaikan ayat Wa laa taqrobuzzinaa maka
golongan ini akan langsung mendekati semua temannya lalu membisikkan kata
sakti, “ini sih aku cuma ngingetin ya, pacaran itu haram lho. Mending ta’aruf.
Indonesia wajib terbebas dari pemuda-pemudi yang pacaran. Mending nikah, iya
nggak? Walaupun masih muda nggak papaaa... santai... rejeki udah diatur. Daripada
pacaran. Zinaaa.... Nanti masuk neraka…maaf sekedar mengingatkan” Dan lain
sebagainya.
Lalu ada pula yang
progresif dalam beragama. Bergaul dengan semua pemeluk agama-agama lainnya,
tidak meninggalkan akar budaya setempat saat berdakwah, merangkul semua jenis
metode penggalian hukum-hukum dan lain sebagainya. Mencoba mencari jalan tengah
melalui beberapa kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi. Mencoba menahan
diri untuk tidak mengatakan, “NERAKA!” ya, gimana. Kita orang juga belum tentu
masuk Surga ya ngga? Masa mau masukin orang ke neraka. Hehe
Dan yang terakhir
sesat. Saya kira dalam semua agama masing-masing memiliki satu atau bahkan
beberapa aliran yang disepakati kesesatannya. Namun sayangnya, dalam masa-masa
sekarang definisi kesesatan beragama menjadi sangat bias. Dalam agamaku, Islam,
aku mempercayai bahwa sesat itu saat seseorang melenceng dari ibadah-ibadah
yang Mahdhoh. Contoh membaca syahadatnya sudah tidak lagi hanya Allah
dan Muhammad, namun ditambahi dzat atau makhluk yang lainnya. Bisa juga sesat
saat tata cara shalatnya berbeda dengan yang sudah dicontohkan Nabi SAW dan
para Sahabatnya, bisa jadi shalat Maghrib dibilang hanya 1 rakaat atau shalat
fardhu sehari hanya 1 kali, atau yang paling ekstrem shalat tidak perlu ada gerakan-gerakan;
cukup berniat dalam hati mau shalat saja sudah dihitung shalat dan hal-hal yang
melenceng lainnya maka barulah menurut saya boleh dibilang sesat.
Nahhh, gais. Sayangnya,
dinamika atau kegaduhan politik saat ini di Indonesia ikut-ikutan memperkeruh
semangat keagamaan dan keberagaman. Saat ini, apapun yang berkaitan dengan
agama akan selalu berujung keruh dan gaduh. Bahkan orang-orang sekarang
khawatir untuk mengeluarkan pendapat tentang agamanya, takut untuk bertanya
tentang agamanya gara-gara kegaduhan ini sudah lintas tingkatan. Tidak hanya
terjadi di para elite tapi juga sudah menjamah ke kalangan bawah. Mengutip
salah satu quote terkenal yang disampaikan oleh seseorang... ya pokoknya ada
lah seseorang .... (silakan cari sendiri wkwk), bunyinya kira-kira begini;
“Orang Indonesia itu suka sekali bertikai. Berbeda agama
bertikai. Sama agamanya bertikai oleh sebab beda imam. Sama Imamnya tetap
bertikai oleh sebab beda penafsiran. Sama penafsiran tetap bertikai oleh karena
berbeda organisasi”
Nah, yang lebih
lucu lagi beberapa tahun belakangan ini. Dimana level ketaqwaan manusia secara
ajaib bisa diukur lewat pilihan calon presidennya. Dimana seseorang bisa masuk
surga katanya kalau pilih *sebut nama* jadi presiden. Kan lucu ya? Lucu,
tapi ya bukan tertawa lepas yang aku lakukan, justru ketawa miris. Yah, jadi ingat
deh kejadian nangis-nangis saat baca puisi lalu viral.
Istilah mabok
agama pun mulai viral dalam kalangan Bangsa Indonesia. Dalam artian,
orang-orang tersebut kenapa demen banget ya menyangkutkan hal yang sedang happening
dengan agama dan atau disangkutpautkan pada pilihan calon presidennya. Contoh,
ada musibah pesawat jatuh katanya karena manusia gaya-gayaan mau menandingi
kuasa Tuhan karena kodrat manusia ada di tanah. Ada musibah gempa bumi dan
tsunami malah dibilang karena Allah murka sebab ngga ganti-ganti presiden. Dan beberapa
statemen-statemen lainnya yang bikin “hadehhhhh”
Terkadang aku
berpikir keras kenapa manusia-manusia Indonesia bisa menjadi seperti ini. Dan
pada akhirnya aku berpikir …. “Mungkin karena orang-orang itu tidak pernah
makan Indomie rasa Ayam Bawang, terus kuahnya diduyup sampai habis, makanya
ngga bisa santai.” Gumamku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Give your comment here, please